Daftar Isi
- 1 Solusi untuk Daerah Tanpa Sinyal
- 2 Meniru Model Starlink, tapi Versi Lokal
- 3 Peluang Besar untuk Industri Telekomunikasi
- 4 Isu Regulasi dan Spektrum Frekuensi
- 5 Mendorong Kedaulatan Digital Indonesia
- 6 Kolaborasi Internasional dan Transfer Teknologi
- 7 Dampak Sosial dan Ekonomi
- 8 Langkah Selanjutnya: Uji Coba dan Riset Lapangan
- 9 Kesimpulan: Langkah Strategis Menuju Konektivitas Merata
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mempelajari kemungkinan penerapan teknologi koneksi langsung antara ponsel dan satelit di Indonesia. Teknologi ini serupa dengan layanan Starlink Direct-to-Cell milik Elon Musk, yang memungkinkan pengguna mengakses jaringan internet dan komunikasi tanpa bergantung pada menara seluler tradisional.
Langkah ini dinilai penting untuk mendukung pemerataan konektivitas digital di wilayah-wilayah terpencil yang selama ini sulit dijangkau jaringan konvensional.
“Kami sedang melakukan kajian mendalam tentang potensi implementasi koneksi satelit langsung ke perangkat ponsel. Fokusnya adalah pada efisiensi, regulasi, dan kedaulatan digital,” ujar Dirjen Infrastruktur Telekomunikasi Komdigi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (30/10).
Solusi untuk Daerah Tanpa Sinyal
Salah satu motivasi utama kajian ini adalah masih adanya ribuan desa di Indonesia yang belum memiliki akses internet memadai. Berdasarkan data Komdigi, lebih dari 9.000 titik blank spot masih ditemukan di berbagai wilayah timur Indonesia seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Teknologi koneksi satelit langsung ke ponsel dinilai dapat menjadi solusi cepat dan efisien. Tanpa perlu membangun menara seluler atau jaringan fiber optik yang memakan biaya besar, sinyal dapat langsung diterima dari orbit rendah (LEO).
“Teknologi ini bisa menjadi game changer dalam pemerataan internet. Masyarakat di pelosok bisa menikmati akses digital yang sama seperti di kota besar,” kata Deputi Transformasi Digital Komdigi.
Meniru Model Starlink, tapi Versi Lokal
Konsep yang sedang dikaji Komdigi mirip dengan layanan Starlink Direct-to-Cell, yang saat ini mulai diuji di Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Melalui teknologi orbit rendah, ponsel dapat langsung terhubung ke satelit tanpa perangkat tambahan.
Namun, Komdigi menegaskan bahwa Indonesia tidak serta-merta akan bergantung pada teknologi luar negeri.
“Kami tidak ingin hanya menjadi pasar bagi teknologi asing. Indonesia harus memiliki kemampuan dan kedaulatan di bidang konektivitas satelit,” ujar pejabat Komdigi.
Peluang Besar untuk Industri Telekomunikasi
Jika berhasil diterapkan, koneksi satelit langsung ke ponsel bisa membuka babak baru bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Model bisnis operator seluler kemungkinan akan berubah — dari penyedia infrastruktur darat menjadi integrator konektivitas lintas orbit.
Menurut analis telekomunikasi dari Lembaga Riset Digital Nusantara, potensi pasarnya sangat besar.
“Dengan geografi kepulauan dan jumlah penduduk yang besar, Indonesia adalah pasar ideal untuk teknologi satelit mobile. Jika harga layanan bisa ditekan, adopsinya bisa sangat cepat,” katanya.
Isu Regulasi dan Spektrum Frekuensi
Meski prospeknya menjanjikan, implementasi teknologi ini juga menimbulkan sejumlah tantangan, terutama dalam hal pengaturan spektrum frekuensi, keamanan data, dan standarisasi perangkat.
“Kami tidak hanya berbicara soal teknologi, tapi juga keamanan. Karena jika semua ponsel bisa langsung terhubung ke satelit, maka arus data harus dilindungi dengan enkripsi tinggi,” ujar Kepala BRTI.
Mendorong Kedaulatan Digital Indonesia
Kajian konektivitas satelit juga terkait dengan visi Kedaulatan Digital Indonesia 2045, di mana pemerintah menargetkan seluruh wilayah Nusantara sudah terkoneksi dengan layanan internet cepat dan aman.
“Kedaulatan digital berarti kita tidak bergantung pada satu sumber konektivitas saja. Satelit menjadi lapisan penting untuk memperkuat resilien infrastruktur nasional,” tegas Menteri Komdigi dalam pernyataan resminya.
Kolaborasi Internasional dan Transfer Teknologi
Dalam tahap awal, Komdigi disebut tengah menjajaki kerja sama dengan beberapa negara yang telah lebih dulu mengembangkan konektivitas satelit langsung, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.
Namun, pemerintah menekankan pentingnya aspek transfer teknologi agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna. Melalui mekanisme kerja sama bilateral, diharapkan para insinyur lokal dapat dilibatkan langsung dalam proses riset dan pengujian sistem.
Selain itu, Indonesia juga berpotensi menjadi hub satelit regional di Asia Tenggara berkat letak geografisnya yang strategis.
“Kita punya peluang besar untuk menjadi pusat pengembangan koneksi satelit di Asia. Tapi harus dimulai dari sekarang, dengan kebijakan yang tepat dan dukungan industri nasional,” ujar pengamat teknologi dari Universitas Gadjah Mada.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Manfaat sosial dan ekonomi dari implementasi teknologi ini dinilai akan sangat besar. Akses internet satelit langsung bisa mempercepat digitalisasi pendidikan, layanan kesehatan jarak jauh, serta sistem logistik dan e-commerce di wilayah terpencil.
“Akses internet bukan lagi kemewahan, tapi kebutuhan dasar. Dengan teknologi satelit, tidak ada lagi alasan daerah tertinggal dari sisi digital,” kata ekonom digital dari INDEF.
Langkah Selanjutnya: Uji Coba dan Riset Lapangan
Sebagai tindak lanjut, Komdigi akan memulai uji coba lapangan (pilot project) di beberapa wilayah terpencil mulai kuartal pertama tahun depan. Uji coba ini melibatkan perangkat ponsel yang mendukung koneksi satelit dari merek global seperti Samsung, Apple, dan Huawei.
Hasil uji coba akan menjadi dasar dalam menyusun regulasi nasional konektivitas satelit langsung yang diproyeksikan selesai pada pertengahan 2026.
Kesimpulan: Langkah Strategis Menuju Konektivitas Merata
Kajian Komdigi mengenai koneksi ponsel ke satelit bukan sekadar proyek teknologi, melainkan bagian dari strategi besar Indonesia untuk mencapai konektivitas universal.
Dengan kombinasi teknologi orbit rendah, kolaborasi lintas sektor, dan dukungan regulasi yang kuat, Indonesia berpotensi memimpin transformasi digital di kawasan.
“Tujuan akhirnya sederhana — setiap warga, di mana pun mereka berada, berhak menikmati akses internet yang cepat, aman, dan terjangkau,” tutup Menteri Komdigi.
