Komdigi Soroti Penjualan Foto Online


Keresahan publik meningkat setelah munculnya laporan tentang praktik penjualan foto pribadi melalui aplikasi digital tanpa izin pemiliknya. Fenomena ini memantik respons cepat dari Komisi Digital dan Informasi (Komdigi) yang menyatakan akan memanggil pihak terkait, termasuk asosiasi penyelenggara platform digital, untuk membahas isu privasi, etika, dan keamanan data pribadi di ruang daring.


Kronologi Kasus yang Bikin Resah

Kasus ini mencuat setelah beberapa pengguna aplikasi melaporkan bahwa foto mereka—yang diunggah untuk keperluan profil atau konten publik—ternyata diperjualbelikan di platform lain tanpa sepengetahuan mereka. Foto-foto tersebut digunakan dalam layanan yang menjual gambar berbayar, dengan sistem yang memungkinkan pihak ketiga untuk mengunduh atau memanfaatkan gambar secara komersial.


Komdigi: Akan Undang Asosiasi Digital

“Kami akan memanggil para penyelenggara platform digital dan asosiasinya untuk menjelaskan mekanisme pengawasan konten dan kebijakan privasi yang mereka terapkan,” ujar perwakilan Komdigi dalam konferensi pers virtual.


Aspek Hukum: Antara Privasi dan Kebebasan Digital

Para ahli hukum menilai kasus ini menjadi momentum penting untuk menguji efektivitas Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan. Dalam konteks hukum digital, foto seseorang termasuk dalam kategori data biometrik yang tidak boleh disebarluaskan tanpa izin pemiliknya.

Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk melakukan praktik komersial terhadap konten pengguna.

Pengamat hukum digital dari Universitas Indonesia, Dr. Ratna Prameswari, menilai bahwa kasus ini menunjukkan lemahnya edukasi publik soal literasi digital.

“Banyak pengguna tidak membaca detail perjanjian sebelum menekan tombol ‘setuju’. Akibatnya, mereka secara tidak sadar menyerahkan hak penggunaan foto atau data mereka kepada pihak ketiga,” jelasnya.


Respon Platform dan Tanggung Jawab Etis

Sejumlah platform yang disebut dalam laporan publik mulai memberikan klarifikasi resmi. Mereka menyatakan bahwa sistem penjualan foto dilakukan oleh pengguna lain, bukan oleh pihak perusahaan secara langsung. Namun, publik tetap menuntut tanggung jawab moral dan teknis dari platform untuk mencegah penyalahgunaan konten.

Komdigi menilai langkah itu positif, namun belum cukup. Pemerintah mendesak adanya kode etik digital bersama antarplatform untuk menyeimbangkan kebebasan berkreasi dengan perlindungan hak individu.


Peran Asosiasi dan Regulasi Baru

Dalam upaya merespons cepat, Komdigi akan mengundang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), serta perwakilan pengembang aplikasi untuk duduk bersama menyusun pedoman praktik etis dalam monetisasi konten pengguna.

Selain itu, Komdigi tengah menyiapkan Surat Edaran Khusus yang akan memperketat pengawasan terhadap aplikasi yang mengandung sistem transaksi berbasis konten visual. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dasar hukum sementara sebelum diterapkannya aturan turunan UU PDP secara penuh tahun depan.


Dampak Sosial dan Psikologis

Tak hanya berdampak hukum, kasus penjualan foto tanpa izin juga meninggalkan trauma bagi korban. Beberapa korban mengaku merasa tidak aman dan kehilangan kendali atas identitas digital mereka.


Solusi dan Harapan ke Depan

Perkembangan teknologi memang tidak bisa dihentikan, namun harus diimbangi dengan regulasi dan tanggung jawab moral dari semua pihak. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, platform wajib menjaga transparansi, dan pengguna harus lebih cerdas dalam melindungi data pribadinya.

Langkah Komdigi untuk mengundang asosiasi digital menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak tinggal diam menghadapi dinamika dunia maya yang semakin kompleks. Jika kolaborasi lintas sektor ini berhasil, Indonesia bisa menjadi contoh bagaimana negara berkembang menata ekosistem digital yang aman dan beretika.


Kesimpulan

Kasus penjualan foto di aplikasi digital menjadi pengingat keras bagi masyarakat dan penyelenggara platform bahwa perlindungan privasi bukan sekadar isu teknis, melainkan hak asasi digital.

Tindakan cepat Komdigi diharapkan menjadi awal bagi terbentuknya sistem yang lebih transparan, aman, dan berpihak pada pengguna — bukan hanya pada kepentingan komersial. Dunia digital harus tetap menjadi ruang kreatif, bukan tempat eksploitasi identitas pribadi.